Mengelas Molekul Menggunakan Radiasi Nuklir

Apabila mendengar kata nuklir, maka kejadian di Nagasaki dan Hiroshima lebih dari setengah abad yang lalu segera muncul dalam benak kita. Di penghujung Perang Dunia II itu, nuklir menunjukkan sosoknya dalam bentuk yang mengerikan. Dia menghancurkan dan memorak-porandakan kedua kota Negeri Sakura itu sampai rata dengan tanah.

Citra suram berkaitan dengan nuklir itu tidak salah karena memang demikianlah sejarah telah mencatat. Namun demikian, harus disadari bahwa tampilan nuklir dalam bentuk bom nuklir hanyalah salah satu "wajah" yang dimilikinya. Masih banyak "wajah" lain yang ramah dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Salah satu manfaat yang dapat diambil dari nuklir adalah pemanfaatan radiasi yang dihasilkannya untuk "mengelas" molekul, khususnya molekul polimer. Istilah mengelas ini sangat cocok karena memang fenomenanya mirip sekali dengan pengelasan. Molekul polimer satu dengan yang lainnya disambung dengan memberikan titik-titik aktif pada bagian-bagian molekul tersebut. Aktivasi titik titik molekul tersebut mirip dengan pemanasan kawat logam sampai meleleh sehingga memungkinkannya disambung dengan kawat lain. Sebagai hasilnya, molekul satu dengan yang lain berikatan dan membentuk struktur baru berupa molekul berbentuk jejaring. Perubahan struktur ini akan melahirkan bahan dengan sifat yang baru.

Sebuah tim peneliti di Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI) berhasil mengelas molekul polimer Polycaprolactone (PCL). PCL merupakan salah satu jenis polimer yang dapat hancur secara alamiah di alam (biodegradable) sehingga dijuluki sebagai polimer ramah lingkungan. Polimer ramah lingkungan ini "dilas" menggunakan radiasi sehingga rantai-rantai molekul PCL terikat satu sama lain (cross-linked). Setelah molekul-molekulnya terikat satu sama lain dan membentuk jejaring, PCL memiliki titik leleh yang lebih tinggi. Pada kondisi normal, PCL meleleh pada temperatur 55 derajat Celsius. Setelah dilakukan penyinaran dengan radiasi, PCL menunjukkan kenaikan titik leleh menjadi setinggi 120 derajat Celsius. Kenaikan titik leleh ini memberikan harapan yang lebih luas dalam pemanfaatan polimer ini, karena selama ini polimer ini kurang dimanfaatkan sebab, salah satunya, titik lelehnya yang terlalu rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyambungan molekul ini ternyata tidak mempengaruhi sifat keramahlingkungannya. Hal ini dikarenakan "pengelasan" tidak mengubah ikatan ester (-COOC-) yang merupakan penentu keramahlingkungannya.

Manfaat lain dari "pengelasan" molekul menggunakan sinar radiasi adalah pembuatan karet berkualitas tinggi. Karet yang diperoleh dengan radiasi memiliki kualitas tinggi karena karet tersebut memiliki kemurnian kimiawi yang jauh lebih tinggi dari karet konvensional. Pada pembuatan karet konvensional, proses vulkanisasi dilakukan dengan menambahkan zat aditif tertentu. Zat aditif inilah yang dikhawatirkan mempengaruhi sifat kimiawi karet yang tersusun dari bahan dasar polyisoprene. Kekhawatiran ini meningkat ketika karet digunakan pada kegiatan yang sangat peka terhadap perubahan sifat kimia, seperti pada bidang kedokteran dan bioteknologi. Jika vulkanisasi dilakukan dengan sinar radiasi, karet yang dihasilkan memiliki kemurnian kimiawi mendekati 100 persen polyisoprene. Karet jenis ini merupakan jawaban terhadap kekhawatiran-kekhawatiran di atas.

Vulkanisasi merupakan istilah yang salah kaprah, istilah yang sebenarnya secara substansi kurang tepat namun sering digunakan. Proses vulkanisasi sebenarnya proses pengikatan (cross-link) molekul polyisoprene sehingga menghasilkan elastisitas pada karet. Dinamakan vulkanisasi karena pada awalnya proses ini dilakukan menggunakan abu gunung berapi. Ketika itu belum diketahui dengan jelas proses yang terjadi di dalamnya. Hasil penelitian akhirnya berhasil menjawab teka-teki ini dan menunjukkan bahwa proses vulkanisasi sesungguhnya merupakan proses pengikatan antarmolekul polyisoprene dengan memanfaatkan unsur belerang yang banyak dikandung di dalam abu gunung berapi. Setelah itu dikembangkan berbagai macam zat aditif pengganti belerang dengan tingkat efisiensi pengikatan yang lebih tinggi. Sinar radiasi merupakan sebuah alternatif dengan keunggulan utama tanpa menggunakan zat aditif. Di Jepang, teknologi ini telah dikomersialisasikan oleh sebuah badan usaha yang dinamakan EB Systems kira-kira tiga tahun yang lalu. Salah satu produk yang dihasilkan berupa sarung tangan berkualitas tinggi untuk keperluan medis dan bioteknologi.

Pengaruh radiasi

Pengaruh radiasi pada molekul bermula dari pemberian energi radiasi kepada atom yang dijumpainya. Pemberian energi ini diterima oleh elektron dari atom-atom penyusunnya dan mengakibatkan terjadinya eksitasi atau ionisasi. Pada logam dan bahan keramik secara umum elektron akan kembali ke kondisi semula setelah melepaskan kembali energi yang dimilikinya. Tetapi tidak demikian halnya pada bahan-bahan organik. Eksitasi atau ionisasi dapat menyebabkan putusnya ikatan kimia dan dapat pula melahirkan ikatan kimia baru.

Pengaruh radiasi yang sangat menarik dapat kita jumpai pada molekul polimer, khususnya polimer dengan bentuk molekul memanjang. Ketika radiasi mengenai bagian rantai panjang molekul tersebut, beberapa titik pada molekul itu teraktivasi membentuk radikal yang sangat reaktif. Radikal yang reaktif ini memungkinkannya membentuk ikatan baru. Terjadinya ikatan ini dalam jumlah yang banyak menyebabkan molekul-molekul yang terikat tersebut akan membentuk jejaring yang memiliki sifat yang berbeda dengan molekul sebelumnya.

Molekul dalam bentuk jejaring tidak mudah bergerak karena molekul satu dan lainnya saling terikat. Oleh karena itu, untuk menjadikan molekul- molekul tersebut bergerak diperlukan energi yang lebih tinggi. Ini mengandung arti bahwa untuk menjadikan bahan tersebut meleleh (molekul bergerak) diperlukan energi yang lebih tinggi dalam bentuk suhu yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pada PCL, pengikatan molekul ini menyebabkan kenaikan titik leleh dari 55 derajat Celsius menjadi 120 derajat Celsius.

Percobaan menggunakan PCL memberikan hasil yang menarik, yaitu bahwa bagian- bagian yang teraktivasi adalah bagian-bagian tertentu, tidak terjadi secara acak. Hal ini terbukti dari tingkat keramahlingkungan bahan tersebut yang tidak berubah setelah proses penyinaran. Tidak terjadinya perubahan ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan pada ikatan ester yang ada di dalam rantai utama PCL karena sifat keramahlingkungan ditentukan oleh adanya ikatan ini. Kenyataan ini merupakan fenomena yang menarik terkait dengan efek radiasi pada materi di mana penulis saat ini melakukan penelitian.

Terbentuknya molekul jejaring dapat melahirkan sifat elastisitas yang ditunjukkan pada karet. Hal ini dikarenakan conformation rantai molekul polimer berada dalam keadaan paling stabil dalam bentuk random coil. Oleh karena itu, rantai molekul yang berada di antara titik ikatan membentuk random coil. Kondisi ini memungkinkannya direntangkan menjadi lebih panjang, bahkan dapat berlipat-lipat dari panjang semula jika diberikan energi tertentu dan akan kembali ke kondisi awal jika energi yang diberikan dilepaskan kembali. Selama ini, kondisi ini hanya dapat dilahirkan menggunakan zat aditif yang berperan sebagai "tali pengikat" antarmolekul karet. Penemuan pengikatan antarmolekul karet menggunakan radiasi telah membuka cakrawala baru dalam dunia karet, khususnya berkaitan dengan tingkat kemurnian kimiawi karet yang dihasilkan.

Dibalik manfaat yang dapat diperoleh, ada yang perlu diwaspadai pada pengelasan molekul menggunakan radiasi ini. Pada pengelasan, kawat yang dapat menjadi putus jika pemanasannya berlebihan atau kapasitas mesin las terlalu tinggi. Demikian pula dengan pengelasan molekul dengan radiasi. Radiasi dengan energi tinggi, misalnya, memungkinkan rantai rantai utama molekul polimer terputus. Sebagai akibatnya, molekul polimer terpotong-potong menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Jika ini yang terjadi, bukan jejaring molekul yang didapatkan, justru potongan-potongan molekul yang diperoleh. Polimer yang telah terpotong molekulnya akan mengalami penurunan sifat seperti penurunan sifat mekanik, ketahanannya terhadap suhu dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengelas polimer diperlukan pemilihan "mesin las" yang tepat, yaitu berupa pemilihan jenis dan energi radiasi serta jumlah dosis radiasi yang diberikan. Pemilihan jenis dan energi radiasi dapat dilakukan melalui pemilihan jenis sumber radiasi, sedangkan jumlah dosis yang diberikan dapat diatur melalui lama penyinaran yang diberikan.

Pengelasan molekul polimer merupakan salah satu manfaat teknologi nuklir. Di samping itu masih banyak lagi aplikasi lain di bidang kedokteran, industri, hidrologi, pertanian, dan sebagainya. Oleh karena itu, sudah waktunya bagi kita untuk melihat kehadiran teknologi nuklir ini secara menyeluruh, adil, dan seimbang tanpa harus dibayang-bayangi oleh citra masa lalu yang telah menjadi bagian dari sejarah teknologi ini yang sekaligus juga merupakan sejarah umat manusia di muka bumi ini.

Mengelas Molekul Menggunakan Radiasi Nuklir, Wow Mengelas Molekul Menggunakan Radiasi Nuklir

0 komentar: